"KUA KEC. NGASEM KABUPATEN KEDIRI JAWA TIMUR" "MENUJU PELAYANAN PRIMA"
"MAAF BLOG INI MASIH BELUM DILOUNCHING" "MAKA CONTENT NYA BELUM BISA JADI RUJUKAN"
  • BENTUK2
  • Deskripsi
    Hamil di luar nikah akhir-akhir ini nampaknya telah menjadi hal biasa. Sebut saja Anton dan Tini, sepasang muda-mudi yang terlanjur melakukan hubungan di luar nikah. Demi menutupi aib keluarga, keduanya melangsungkan pernikahan setelah kandungan mulai membesar. Dan benar juga, belum ada enam bulan, sang anak telah terlahir. Dua puluh tahun kemudian, sang anak yang telah menjelma menjadi seorang gadis dewasa, sebut saja Mawar, hendak melangsungkan pernikahan. Anton yang merasa sebagai bapak biologis Mawar, merasa mempunyai hak menjadi wali nikah. Dalam prosesi akad nikah, Anton mewakilkan ijab si Mawar pada Naib. Akhirnya Naib pun menikahkan Mawar dan dalam akad nikahnya, ia menyebutkan muwakkilnya. Misalnya,

    (يا زيد أنكحتك وزوجتك مخطوبتك ماوار بنت أنطان مولية أبـيها الذى وكلنى بمهر مليون روبية حالا)
    Pertimbangan:
    Ü Menyembunyikan aib perbuatan zina adalah anjuran.
    Ü Jika Mawar anak zina, pada kenyataanya yang mengijabkan nikahnya adalah Pak Naib yang notabenenya adalah wali hakim.
    Pertanyaan
    1. Bolehkan Anton mewakilkan akad nikah Mawar pada pak Naib?
    Jawaban
    1. Menurut Syafi’iyyah, taukil Anton tidak sah karena Anton tidak memiliki wilâyah at-tazwîj. Namun karena menurut Hanafiyyah dan Malikiyyah wali Mawar adalah Anton (shâhibul firasy), maka dalam rangka untuk khurûj minal khilâf, Naib disunnahkan minta izin  kepada Anton untuk menikahkan Mawar, sehingga perwaliannya sah menurut ketiga madzhab (Syafi’i, Hanafi dan Maliki).
    R E F E R E N S I
    1. Bughyah Al-Mustarsyidîn, hlm. 292
    2. Al-Bujairamy Alâ Al-Khathîb, vol. VII hlm. 275
    3. Bughyah Al-Mustarsyidîn, hlm. 203
    4. Atsnâ Al-Mathâlib, vol. XI hlm. 72
    5. Al-Bujairamy Alâ Al-Khathîb, vol. III hlm. 134
    6. Al-Qulyûby wa Umairah, vol. II hlm. 422
    Pertanyaan
    1. Bagaimana hukum pernikahan Mawar?
    Jawaban
    1. Apabila dalam akad nikah menggunakan sighat seperti dalam deskripsi (مولية أبيها الذى وكلنى) dengan sengaja dan Naib tahu taukilnya tidak sah, maka hukum pernikahannya tidak sah, karena shighat demikan termasuk kalam ajnabi.
    2. R E F E R E N S I
      1. I’ânah Ath-Thâlibîn vol. III hlm. 373
      2. Al-Mantsûr Fî Al-Qawâ’id, vol. II hlm. 255
      3. Nihâyah Az-Zain, hlm. 223
      4. Qalâ’id Al-Kharâ’id, vol. II hlm. 106

       


    Sumber : http://hukumpernikahan.wordpress.com/category/pernikahan/akad-nikah/


    Dalam PMA No. 11 Tahun 2007 disebutkan bahwa wali hakim bagi wanita yang tidak memiliki wali dengan berbagai sebab adalah Kepala KUA. Seorang Kepala KUA meskipun tidak bisa disejajarkan dalam derajat qodli karena tidak memiliki kewenangan mengadili maupun memutuskan, dan hanya sebagai seorang ma’dzun syar’i atau pegawai pencatat nikah, namun dalam kaitan statusnya sebagai wali hakim, Kepala KUA termasuk pada kriteria pegawai yang diberi wewenang. Bahkan seandainya pimpinan yang menunjuk sebagai wali hakim itu adalah seorang presiden perempuan. Keabsahan ini meneguhkan legalitas pernikahan yang dilakukan dengan perwalian hakim tersebab alasan yang dibenarkan syariat. sebagaimana keputusan Muktamar NU TH. 1999 di Kediri sbb: Deskripsi Masalah: Mengikuti perkembangan kondisi politik di tanah air pasca pemilu 1999 ini. Kiranya perlu segera ada sikap dan konsep yang jelas dari PBNU mengenai masalah yang sangat prinsip bagi kaum muslimin. Yaitu masalah WALI HAKIM dalam pernikahan, apabila presiden RI dijabat oleh seorang perempuan. Dalam hal ini NU telah menetapkan sejak Bung Karno, bahwa Presiden RI adalah Waliyyul amri adl-dlorury bisy-syaukah agar mengesahkan pernikahan yang dilakukan oleh wali hakim. Pertanyaan 1. Apakah wilayah hakim dalam pernikahan harus di tangan Presiden atau Menteri Agama saja? Jawaban: Wilayah hakim dalam pernikahan berada di tangan Presiden dan aparat terkait yang ditunjuk Presiden. Dasar Pengambilan: 1- المغنى الشرح الكبير لإبن قدامة المقدسى الجزء السابع ص 351 وعبارته: قال : صلى الله عليه وسلم فإن تشاجروا فالسلطان ولي من لاولي له اخرجه ابو داود. السلطان هنا هو امام او الحاكم او من فوّضا اليه ذلك. 2- اعانة الطالبين الجزء الثالث ص314 وعبارته: قوله والمراد اى السلطان: من له ولاية اى عامة اوخاصة…: وحاصل الدفع ان المراد بالسـلطان: كل من له سلطان وولاية على المرأة عاما كان كالامام او خاصا كالقاضى والمتولى لعقود الانكحة. 3- الباجورى الجزء الثانى ص106 وعبارته: ثم الحاكم عاما كان او خاصا كالقاضى اوالمتولى بعقود الانكحة او لهذا العقد بخصوصه. 2. Bila ditangan Presiden, apakah wanita sah menjadi wali hakim? Jawaban: Sah karena kelembagaan Presiden sebagai wilayah ammah.
    Dasar Pengambilan:
    1- بجيرمى على الخطيب الجزء الثانى ص: 337 وعبارته: لاتعقد امرأة نكاحا… إلا إذا وليت الامامة العظمى, فإن لها ان تزوج غيرها لا نفسها كما ان السلطان لايعقد لنفسه. 2- الباجورى الجزء الثانى ص:101 وعبارته: (وقوله ولاغيرها) اى ولاتزوج غيرها لابولاية ولاوكالة لخبر لاتزوج المرأة المرأة ولاالمرأة نفسها… نعم, إن تولت امرأة الإمامة العظمى والعياذ بالله تعالى نفذت احكامها للضرورة كما قاله عزالدين ابن عبد السلام وغيره وقياسه صحة تزويجها غيرها بالولاية العامة. 3.- حاشية البجيرمى على المنهج الجزء الثالث ص :337 4.- وعبارته:قال ح ل (الحلبى) إلا اذا وليت الامامة العظـمى فإن لها أن تزوج غيرها لانفسها كما ان السلطان لايعقد لنفسه
    Namun terkadang seorang Kepala KUA melampaui kewenangannya dengan mewakilkan orang-orang yang ditunjuknya. Padahal aturan kenegaraan sebagaimana diatur dalam PMA 11 Tahun 2007 atau aturan-aturan sebelumnya sama sekali tidak memberi kewenangan kepada seorang Kepala KUA untuk mewakilkan. Aturan ini dikukuhkan oleh Fiqh sehingga orang yang menerima perwakilan wali hakim dari seorang Kepala KUA tidak sah menikahkan.
    Namun, penggantian posisi wali hakim yang berhalangan ini disyahkan dalam tinjauan fiqh apabila disahkan oleh aturan Pemerintah sebagaimana disebutkan dalam kitab Zaitunah al Ilqah halaman 169 :
    وَنَصُّوا عَلَى أَنْ يَسْتَنِيْبَ إِذَا لَهُ * بِهِ أَذِنَ السُّلْطَانُ نَصًّا بِلاَ سَدِّ
    وَحَيْثُ جَرَى إِذْنٌ لَهُ فِى تَزَوُّجٍ * فَزَوَّجَ صَحَّ العَقْدُ مِنْ غَيْرِ مَا صَدِّ
    Ulama Syafiiyah menetapkan diperbolehkannya orang lain mengganti (posisi) hakim apabila pemerintah mengizinkan dengan penetapan yang tidak tertolak. Apabila izin bagi pengganti hakim dalam menikahkan didapatkan, kemudian pengganti hakim ini menikahkan, maka sahlah akad nikahnya tanpa ada halangan.
    Ibarat kitab ini, disamping menguatkan pembolehan mengganti posisi wali hakim yang lowong oleh sebab-sebab tertentu, juga menafikan keabsahan wakalah wali hakim yang tidak dilakukan Ka Sie Urais untuk atas nama Menteri Agama, sebagaimana dalil diatas; orang lain boleh mengganti posisi hakim apabila pemerintah selaku sulthan mengizinkan. PMA no. 11 tahun 2007 menyatakan yang berhak menunjuk penghulu untuk mengganti jabatan Kepala KUA yang berhalangan untuk menjadi wali hakim adalah Ka Sie Urais. Karena itu Kepala KUA tidak boleh melampaui wewenangnya dengan mewakilkan sendiri tanpa sepengetahuan Ka Sie Urais Wallahu A’lam.

    Sumber : http://hukumpernikahan.wordpress.com/2009/03/11/kedudukan-kepala-kua-sebagai-wali-hakim-dalam-tinjauan-fiqh/


    BP4 Dalam Lintasan Sejarah
    BP4  adalah badan semi resmi dari Departemen Agama. Kedudukan BP4 di Depag pada awalnya setara dengan P2A dan BKM. BP4 yang semula berakronim Badan Penasehat Perkawinan, Perselisihan, dan Perceraian, mempunyai cita-cita pokok yaitu “mempertinggi nilai-nilai perkawinan, mencegah perceraian sewenang-wenang, dan berusaha mewujudkan susunan rumah tangga yang bahagia dan sejahtera”. BP4 berdiri pada tanggal 3 Januari 1960. Dipilihnya tanggal tersebut karena pada tanggal tersebut berlangsung pertemuan pengurus BP4 Se-Jawa yang merupakan embrio BP4 secara nasional.
    Pengukuhan secara nasional ini didasari pada kenyataan efektifitas BP4 daerah dalam menekan angka perceraian. Untuk menguatkan kelembagaanya sebagai lembaga semi resmi Departemen Agama, maka pada bulan Oktober 1961 keluarlah SK Menteri Agama No. 85 tahun 1961 yang menetapkan BP4 sebagai satu-satunya badan yang berusaha pada bidang penasehatan perkawinan dan pengurangan kasus perceraian.
    Sebelum berlakunya UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan perceraian dilaksanakan dan dicatat oleh Kantor Urusan Agama (KUA) membuat peran BP4 begitu sentral. Struktur BP4 yang berjenjang sampai ke desa terbukti mampu menekan perceraian yang tidak perlu. Begitu masyarakat mempunyai masalah biasanya lapor kepada P3N (pembantu pencatata nikah)  yang nota bene sebagai BP4 Desa. BP4 desa merupakan tokoh agama lokal yang disegani. P3N khususnya di Jawa Timur dan Jawa Tengah kebanyakan dirangkap oleh Modin. Kepercayaan masyarakat yang besar terhadap Modin (yang berasal dari kata imam ad-din yang berarti pemimpin agama) tidak lepas dari posisinya yang merupakan kyai kampung yang secara sosiologis merupakan kepanjangan tangan dari Kyai karismatik di daerahnya. Modin itulah yang bertanggungjawab mengurusi semua peristiwa-peristiwa keagamaan, mulai dari pernikahan, kematian, kelahiran bayi, dsb. Oleh karena itu Modin secara kultural dianggap mempunyai otoritas dalam menyelesaikan sengketa-sengketa keagamaan di pedesaan, termasuk pertikaian rumah tangga, waris, dsb.
    Jika tidak bisa didamaikan ditingkat desa, Modin membawa masalah tersebut ke BP4 kecamatan yang bertempat di KUA setempat. Jika  tidak bisa didamaikan, baru kemudian dihadapan penghulu perceraian dilangsungkan. Pengetahuan para Modin dan petugas BP4  tentang keluarga pasangan yang bertikai serta kearifan lokal dan kewibawaan yang mereka miliki serta penanganan yang berjenjang tersebut mempersempit ruang gerak manipulasi dan penyalahgunaan perceraian.
    BP4 pada waktu itu benar-benar mengakar serta mempunyai wibawa yang besar di masyarakat bawah. Jejak kewibawan BP4 saat ini masih dapat dirasakan, paling tidak di beberapa kecamatan yang penulis pernah bertugas di sana. Walaupun tidak sering, penulis beberapakali memberikan konseling terhadap pasangan suami istri yang mengadukan persoalannya ke KUA untuk menyelesaikan atau mengadukan persoalan rumah tangganya. Tidak hanya itu, remaja yang mempunyai masalah pun beberapa kali minta konsultasi mengenai berbagai hal baik kehamilan yang tidak dikehendaki, pakasaan orang tua untuk meninggalkan pacarnya, dll.  Ketika ke KUA mereka mencari bapak BP4, bukan penghulu. Bahkan Modin pun hingga saat ini masih sering menjadi tempat pasangan suami istri dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi.
    Setelah keluarnya UU Perkawinan terjadi perubahan tata cara perceraian, yang semula dilaksanakan dan dicatat di KUA kemudian berubah menjadi : perceraian dilaksanakan di Pengadilan Agama dan dicatat di KUA. Walaupun saat itu  Pengadilan Agama masih dalam satu payung dengan Departemen Agama akan tetapi tetap membawa konsekuensi terhadap keberlangsungan BP4.
    Salah satu perubahan terpenting dalam tubuh BP4 adalah pembagian peran BP4 di level kabupaten dan kecamatan. BP4 Kabupaten yang secara ex officio dikepalai oleh Kabid Urusan Agama Islam (sekarang menjadi Kepalas Seksi Urusan Agama Islam) berfungsi menjadi mediator pasangan yang akan bercerai dan BP4 Kecamatan yang ex officio dikepalai oleh Kepala KUA bertugas membina pasangan yang akan menikah. Mekanisme kerja BP4 di KUA adalah sebatas Penasehatan pra Nikah atau Kursus Calon Pengantin. Meski tidak seperti Malaysia yang mensyaratkan sertifikat Kursus Calon Pengantin bagi pasangan yang akan menikah, KUA dengan BP4 melakukan pembekalan terhadap calon pengantin dengan materi yang masih terbatas fiqh dan etika pernikahan dalam Islam.
    Kemudian pada tahun 1977 dikeluarkan SK Menteri Agama No. 30 Tahun 1977 yang berisi, pertama, BP4 sebagai satu-satunya badan penunjang sebagian tugas Departemen Agama dalam bidang pemberian penasehatan, perkawinan dan perselisihan rumah tangga, kedua, menunjuk Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam untuk melaksanakan bimbingan BP4. Dengan dikeluarkan SK Menteri ini dengan segala kelebihan dan kelemahannya BP4 semakin eksis.
    Sejak awal biaya operasional BP4 diambilkan dari biaya pencatatan nikah yang dibayarkan masyarakat ke KUA. Sebelum reformasi Keuangan Negara, biaya pencatatan Nikah sebesar Rp. 30.000,- sesuai dengan UU No. Tahun 1946 ditambah biaya operasional yang ditentukan sendiri oleh KUA yang diperuntukkan untuk lembaga-lembaga seperti BP4, P2A maupun BKM. Maka tidak heran hingga saat ini banyak aset-aset Depag yang beratas nama lembaga-lembaga tersebut yang dibeli dari biaya nikah waktu itu.
    Pada tahun 2006n Pengadilan Agama resmi berpisah dengan Departemen Agama menjadi satu atap dengan Mahkamah Agung berdasarkan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nmor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Perubahan struktur ini membawa dampak perubahan tidak hanya pada kinerja BP4 tetapi juga proses perceraian secara umum. Di antaranya, pertama, BP4 tidak lagi menjadi lembaga mediasi, kecuali pasangan PNS atau pegawai BUMN. Warga masyarakat yang hendak bercerai langsung  mengajukan sendiri ke Pengadilan Agama tanpa melalui BP4 desa dan kecamatan setempat. Kedua, tidak adanya kontrol yang ketat terhadap keinginan perceraian. Perceraian yang idealnya adalah bagian dari solusi, justru tidak jarang menjadi bentuk baru kekerasan terhadap pasangan.
    Sebagai salah satu gambaran mekanisme kekerasan lewat perceraian yang tidak terkontrol, beberapa waktu lalu datanglah seorang perempuan hamil ke KUA tempat penulis bekerja, dia menanyakan pemberitahuan cerai talak suaminya terhadap dirinya yang biasanya dikirim Pengadilan Agama ke KUA. Singkat cerita, perempuan yang menjadi TKI ke Timur Tengah selama tiga tahun ini telah ditalak suaminya tanpa sepengetahuan dirinya. Satu tahun bekerja di Timur Tengah Sang suami mengajukan talak dan dikabulkan PA. Selama tiga tahun ia bekerja, hasil jerih payahnya selalu dikirim suaminya untuk dijadikan modal jika ia pulang. Setekah kontraknya habis, perempuan tersebut pulang ke Indonesia dengan berjuta harapan. Setiba di tanah air, dia tetap belum tahu bahwa dirinya telah ditalak suaminya, sambutan dan sikap mantan suaminya tetap sebagaimana selayaknya suami. Uang hasil jerih payahnya yang sebenarnya dihabiskan “suaminya” dengan kelicikan dan tipu daya tidak diketahui oleh perempuan tersebut. Kedua pasangan yang secara hukum sudah bukan pasangannya itu pun berkumpul selayaknya suami-istri. Satu bulan kemudian, “sang suami” pamit ke Malaysia untuk bekerja dan diizinkan oleh perempuan tersebut. Dua buan kemudian, perempuan tersebut menghubungi “suaminya” di Malaysia untuk mengabarkan “kabar gembira” karena dia hamil. Kabar yang mustinya dirayakan pasangan suami-istri tersebut justru awal dari penderitaan si perempuan. “Sang suami” bukan menyambut gembira, justru memberi kabar bahwa sebenarnya dia bukan lagi suaminya, sebab sudah dua tahun lalu telah menjatuhkan talak di PA. Bagimana ini bisa terjadi? Mudahnya melakukan rekayasa dan tidak adanya kontrol yang ketat terjadinya perceraian yang selama ini terjadi adalah jawabannya. Kejadian  tersebut akan bisa diminimalisir jika ada peran BP4 di desa dan kecamatan dilibatkan, khususnya seperti BP4 di tahun sebelum 1974. Sejumlah manipulasi yang digunakan untuk perceraian demi kepentingan salah satu pasangan, seperti, manipulasi saksi, materi yang digunakan untuk alasan bercerai, dsb, dapat diminimalisir.
    Ketiga,  tidak adanya sinkronisasi antara PA adan KUA. Peraturan perceraian yang menitahkan pelaksanaan dan pencatatan perceraian di PA menimbulkan celah yang bisa digunakan seseorang untuk hal-hal yang menyeleweng.
    Reformasi disegala bidang ternyata tidak menyentuh substansi fungsi yang dijalankan BP4 selama ini. Peran-peran yang dijalankan BP4 kalah pamor dengan WCC dan LSM-LSM perempuan yang bermunculan di medio 90-an. BP4 tidak hanya stagnan lebih dari itu mengalami degradasi fungsi dan perannya. Apalagi setalah diatur sistem keuangan Negara, terutama terbitnya UU No. 13 tahun 2003, maka lembaga-lembaga semi resmi seperti BP4, P2A dan BKM otomatis tidak memperoleh biaya operasioanal. Ketiadaan biaya opersional ini semakin memperpuruk kondisi BP4 saat itu, dan tidak berlebihan jika ada yang mengatakan wujuduhu ka adamihi (keberadaanya tidaklah berbeda dengan ketiadaanya).
    Menyikapi hal tersebut pada juni 2009, tepatnya pada Munas BP4 Ke-XIV mencoba merevitalisasi lembaga tersebut. Dalam Munas tersebut disepakati memperkuat fungsi, mediasi, fasilitasi dan advokasi dalam memperkokoh ketahanan keluarga sehingga tidak hanya menghindarkan perceraian yang tidak perlu juga meningkatkan kualitas keluarga di Indonesia. Rumusan lain yang dihasilkan adalah perubahan akronim BP4 menjadi Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan.
    Dari perjalanan sejarahnya tampak beberapa kelebihan dan kelemahan BP4 dalam menjalankan perannya. Beberapa kelebihannya antara lain : pertama, struktur yang mengakar sampai ke desa membuat BP4 sangat dekat dengan masyarakat.  Kedua, pelibatan tokoh-tokoh lokal dalam kepengurusannya yang nota bene mempunyai pengetahuan yang baik situasi kondisi maupun kultur masyarakat setempat. Kedua kelebihan ini sulit untuk ditandingi bahkan oleh LSM atau lembaga-lembaga lainya. Dengan dua  modal tersebut BP4 mempunyai potensi untuk memberdayakan keluarga secara massif.
    Adapun kelemahan dan kekurangan yang dimiliki BP4 saat ini antara lain: pertama, kelembagaan BP4 yang lemah. Tidak hanya sistem organnya yang belum tertata dengan kuat juga tidak jelasnya pada pendanaan operasional BP4. Kedua, visi dan misinya belum terpahami oleh seluruh elemen. Ada kemungkinan hal ini disebabkan lemahnya visi, misi ataupun worldview BP4. Ketiga, struktur kepengurusan  yang diisi oleh para pejabat terkadang tidak mempertimbangkan prinsip profesionalisme. Dampak lain, dibawah, BP4 dijalankan sebagai “sampingan”, sebab tidak menjadi tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dari pejabat itu sendiri.
    Kesadaran “birokratis” yang mendominasi watak pejabat bukannya kesadaran “transformative” menjadikan BP4 hanya dimaknai sebagai beban yang tidak perlu bagi para pejabat. Keempat, watak ekslusif BP4 yang menfokuskan diri pada umat Islam. Terkesan ada beban ganda dalam diri BP4 yakni misi “dakwah” dan misi  “negara” dan  tidak jarang teradapat ketegangan-ketegangan yang sulit didamaikan. Kemungkinan ini juga terpengaruh oleh pembedaan pelayanan pernikahan dan perceraian umat Islam dan umat agama lain yang kedepan musti dikaji ulang kembali. Walhasil lengkaplah kelemahan BP4 tidak hanya pada level ideologi gerakannya juga pada manejemen pengorganisasiaannya.
    Harus Kemana BP4?
    Secara umum baik di tingkat nasional maupun kecamatan BP-4 merupakan lembaga belum mempuyai kejelasan orientasi. Kejelasan orientasi salah satunya dapat dilihat ada tidaknya muwafaqoh (kesesuaian) antara problem yang dihadapi dengan jawaban kelembagaan yang dirumuskan. Musababnya lembaga tersebut berjalan tanpa ideologi dan perspektif yang jelas, akhirnya program yang dijalankan tidak sebanding dengan keinginan dan persoalan yang terjadi di masyarakat. Eksistensi BP4 dalam pandangan penulis masih perlu dipertahankan, akan tetapi perlu perbaikan yang fundamental bahkan radikal.
    Perubahan BP4 harus berbarengan dengan mengevaluasi kembali semua aturan yang berkaitan dengan pernikahan dan perceraian di Indonesia, baik UU No. tahun 1975 yang mengatur perkawinan serta Kompilasi Hukum Islam sebagai rujukan kedua umat Islam dalam persoalan Pernikahan dan perceraian serta UU No. 7 tahun 1989  tentang Peradilan Agama. sebab menurut penulis kedua UU tersebut terdapat celah-celah yang tidak kompatibel dengan semangat UU yang lain seperti UU No. 23 tahun 2004 tentang PKDRT dan UU No. 23 tahun 2002 tentang  perlindungan anak. Contoh di atas adalah salah satu bukti pemanfaatan celah tersebut. Contoh lain, tentang batasan usia nikah, dualitas qadhi (hakim), tentang poligami, tata-cara pernikahan dan perceraian, lembaga mediasi, pernikahan perempuan hamil, dsb, yang menurut penilaian penulis masih ada diskriminasi dan mengafirmasi kekerasan terhadap anak dan perempuan.
    Terkait dengan BP4, perlu dipertimbangkan lembaga ini diakomodasi dalam UU sebagai lembaga mediasi, advokasi dan fasilitasi resmi Negara. Penguatan kelembagaan ini harus disertai kejelasan orientasi, penguatan ideologi, kejelasan menejemen organisasi dan SDM dan dukungan pendanaan dari negara.
    Saat ini ada beberapa lembaga  yang menjadikan keluarga sebagai sasaran kegiatan, sebut saja BKKBN, PKH (Lintas sektoral 3 kementrian: Kemensos, Kemendiknas dan Kemenkes), Keluarga Sakinah (Kemenag) semuanya terkesan sendiri-sendiri, padahal orientasi kegiatan dan programnya sama, yakni kesejahteraan keluarga. Program Keluarga Harapan (PKH) yang di bawah kebanyakan berkantor di Kantor Pos. PKH yang bertujuan meningkatkan HDI (Human Developmen Index) masyarakat Indonesia dengan meningkatkan taraf ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat patut kita apresiasi dengan baik. PKH ini sama persis dengan Gerakan Keluarga Sakinah yang dipunyai Kementerian Agama, yang berbeda adalah gerakan keluarga sakinah tidak didukung dana yang sebesar PKH. Ada kesan terdapat “ego sektoral” dan kurang sinergis dalam melakukan program. Singkat kata, perlu ada penataan kelembagaan kembali  institusi yang menangani keluarga, tidak hanya aspek ekonomi, pendidikan dan kesehatan akan tetapi kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai anggota keluarga untuk mewujudkan keluarga yang harmonis.
    Pada titik inilah lembaga BP4 layak untuk dipertimbangkan mengisi ruang kosong tersebut. Dengan segala kelebihan yang dipunyai BP4, jika institusi ini dikuatkan kelembagaanya oleh UU, BP4  dapat berperan sebagai berikut :

    1. Sosialisasi masalah keluarga sejahtera dengan memaparkan, hak dan kewajiban pasangan masing – masing serta anak. Tentu saja hal ini di barengi dengan melakukan edukasi masyarakat tentang masalah kekerasan perempuan dan anak sebagai kelompok rentan dalam rumah tangga.
    2. Meningkatkan mutu perkawinan dengan melakukan pendidikan terhadap calon pengantin khususnya terhadap para remaja, termasuk didalamnya menyediakan informasi tentang kesehatan reproduksi remaja, bahaya pernikahan tanpa perencanaan dan persiapan yang matang serta informasi-informasi lainnya.
    3. Menjadi lembaga resmi yang memediasi perceraian. Pengadilan Agama hanya memproses kasus perceraian jika mendapat rekomendasi dari lembaga ini.
    4. Memperhatikan dan memelihara masalah yang menyangkut kesejahteraan rumah tangga. Dengan melihat indikator – indikatornya antara lain angka kematian ibu dan anak, pendidikan anak, peningkatan ekonomi keluarga, perkawinan usia muda, angka perceraian, kehamilan yang tidak di kehendaki, kekerasan dalam pacaran, kekerasan rumah tangga DII
    5. Membantu keluarga atau korban ( jika ada kekerasan ) dalam menyelesaikan persoalan dengan menyediakan shelter, konsultasi hukum dll.
    Ditulis oleh: Ahmad Athok Lukman Hakim, SAg. MA., Aktifis Gender, saat ini juga sebagai Pegawai Negeri Sipil di KUA Kediri.

    Sumber : http://rifka-annisa.or.id/go/revitalisasi-peran-bp4/


    Selasa, 26 Juli 2005
    KEDIRI (Suara Karya): Tindakan pemalsuan akta perceraian yang melibatkan oknum pegawai kantor Urusan Agama (KUA) terungkap di wilayah Kabupaten Kediri, Jawa Timur. "Pemalsuan akta cerai yang banyak terjadi di wilayah Kabupaten Kediri, diduga melibatkan oknum pegawai (KUA),"kata Panitera Muda Bidang Hukum Pengadilan Agama Kabupaten Kediri Singgih Setyawan, Senin.

    Menurut Singgih akta cerai palsu tersebut diketahui ketika masyarakat mencocokkan nomor registrasi akta tersebut dengan data yang dimiliki pengadilan agama. "Sekilas untuk membedakan akta ini palsu atau tidak cukup sulit, karena form asli akta ini cukup mudah untuk dijiplak. Apalagi tidak ada tanda khusus, seperti pada uang kertas," ujar Singgih.
    Berdasarkan temuan yang ada, akta palsu tersebut memiliki warna dasar merah muda yang tipis dan kurang terang, selain itu gambar burung Garuda di tengah akta juga tidak begitu tegas.
    "Yang paling mudah untuk membedakan palsu dan tidaknya bisa dilakukan dengan mencocokkan nomor register akta dalam data base yang ada di komputer kami," kata Singgih.
    Sedang untuk tanda tangan, menurut Singgih, pemalsu mencatut beberapa nama pegawai Pengadilan Agama Kabupaten Kediri, bahkan kadang juga ada nama pegawai Pengadilan Agama Kota Kediri.
    Lebih lanjut Singgih menjelaskan, beredarnya akta cerai palsu ini dikarenakan warga malas mengikuti proses persidangan perceraian di pengadilan agama.
    Padahal jika lancar-lancar saja proses persidangan hanya akan berjalan antara satu hingga dua minggu saja dengan biaya berkisar antara Rp 177.000 hingga Rp 237.000 setiap kasus.
    Proses persidangan perceraian menjadi lama jika terkait persoalan pembagian harta gono-gini yang bisa memakan waktu sampai beberapa bulan.
    "Hal inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh oknun petugas KUA, dalam hal ini biasanya petugas modin untuk menjadi makelar dengan imbalan sejumlah uang tertentu," ujar Singgih.
    Menurut Singgih, pengakuan beberapa korban dan temuan modus penipuan selama ini karena seorang modin adalah petugas yang paling sering bersinggungan dengan masyarakat yang sedang berperkara.
    Dengan menawarkan proses cepat dan tanpa mengikuti persidangan cerai, modin kemudian mendatangi petugas pengadilan agama untuk meminta salinan formulir yang diisi dan dibuat sendiri.
    Berdasarkan temuan selama ini, ada tiga kecamatan di Kabupaten Kediri yang paling banyak ditemukan akta cerai palsu, yakni Ringinrejo, Kandat dan Semen.
    Ia menyesalkan sikap kepolisian yang tidak pernah menindak para pengedar dan pembuat akta tersebut padahal selama ini masyarakat banyak yang menjadi korban, karena bisa terancam pidana memegang surat negara (akta) palsu tersebut. (Ant/Lourentius) 
     

  • Sumber : http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=116383


  • Tahun baru Hijriah / Tanggal 1 Muharam 1431 H bertepatan dengan tanggal 18 Desember 2009, dimana ummat Islam diharapkan untuk melaksanakan do'a akhir tahun pada 15 menit sebelum maghrib di tanggal 17 Desember 2009 dan do'a awal tahun begitu waktu maghrib tiba, yang teks doanya telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. banyak dijumpai pada buku majmu' syarif, agar syetan merasa rugi karena usahanya untuk menggoda bani adam terasa gagal karena hangus dengan do'a tersebut. Namun yang lebih penting bahwa pergantian tahun merupakan cambuk dan introspeksi serta hisab awal bagi manusia sebelum ada hisab yang tidak dapat ditolerir, yakni di yaumul hisab kelak.
    Kepala KUA Gampengrejo beserta staf dan Pembantu Penghulu se kecamatan Gampengrejo memanfaatkan momentum tahu baru Hijriyah dengan ber'i'tikaf dibeberapa Masjid terkenal Jakarta. Diantaranya di Masjid Kubah Emas, Masjid Istiqlal dan Masjid At-Tin.
    Berangkat pada hari Jum'at tanggal 1 Muharram 1431 H jam 09.30 dari halaman KUA Gampengrejo, Kepala KUA Gampengrejo H. M. Hamzah, S.Ag. M.Pd.1 di dampingi PPAI memimpin doa bepergian yang diikuti oleh rombongan.
    Tujuan ziarah ini, “untuk meningkatkan wawasan ke Islaman, utamanya mengenal peradaban yang sedang tumbuh di Indonesia dalam bentuk interior bangunan Masjid dalam rangka mensyukuri ni'mat Allah Swt serta meng-Agungkan Asma Allah. Juga kenang-kenangan untuk terpisahnya KUA, yakni antara KUA Ngasem dan KUA Gampengrejo yang pada bulan Januari akan direalisasikan”.
    Rombongan dari Kediri langsung menuju ke Masjid Kubah Emas yang berada di Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok Jawa Barat. Sungguh menakjubkan keindahan Masjid Kuba Emas. Masjid yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2006 begitu mewahnya karena dilengkapi dengan railing tangga menuju lantai 2 (mezanin), fountain, lampu gantung dilorong selasar dan areal sekitar halaman dalam masjid. Ibu Hj. Dian Juriah Maimun Al Rasyid yang mernbangun sendiri Masjid tersebut tanpa bantuan dari pihak manapun, baik lernbaga ataupun pemerintah. Tentunya triliunan Milyar yang harus dikeluarkan untuk sebuah Masjid dan sarananya. Dalam sebuah kesempatan, Ibu Hj. Dian Juriah Maimun Al Rasyid memaparkan Sesungguhnya jawabannya kembali berpulang pada diri kita. Apakah kita percaya dan yakin dengan balasan yang dijanjikan Allah ketika kita berjihad dengan harta kita demi tegaknya syiar-syiar Islam ?. Kalau kita percaya dan yakin, mungkin tidak terpikir dalam benak kita untuk berinfak sebatas 2,5 %, kalau perlu 50 % “. Begitu tulusnya pemilik masjid.
    Masjid seluas 8000 m2 ini berdiri diatas lahan seluas 70 hektar. Pernbangunan masjid dimulai pada bulan April 1999 yang ditandai dengan pernancangan tiang pancang pertama oleh pendiri masjid Dian Al-Mahri sekaligus pendiri kawasan Islamic Center Dian Al-Mahri, Ibu Hj. Dian. Juriah Maimun Al Rasyid dan Bapak Drs. H. Maimun Al-Rasyid. Masjid yan terbagi atas ruangan utama masjid, ruang mezani halarnan dalam, selasar atas, selasar luar dan ruanga fungsional lainnya mampu menampung 15.000 jamaah untuk pelaksanaan sholat dan untuk pelaksanaan majelis ta'lim mampu menampung 20.000 jamaah.
    Secara umum arsitektur masjid mengikuti tipologi Masjid dengan ciril kubah, minaret, halaman dalam, serta penggunaan detail atau hiasan-hiasan dekoratif dengan elemen geometris dan obleisk untuk memperkuat ciri ke lslaman pada arsitekturnya; Beberpa bagian bangunan masjid yang berkarakter ciri keIslaman adalah ;
    1. Halaman Dalam : Berukuran 45 x 57 m, mampu menampung 8000 jamaah. Salah satu sisinya berhubungan dengan ruang sholat, sedang tiga sisi lainnya dibatasi selasar dengan deretan pilar-pilar membentuk deretan arcade yang seolah menjadi pembatas dari halaman dalam.
    2. Minaret Enam menaret berbentuk segienam berjumlah 6 yang melambangkan rukun iman menjulang keangkasa setinggi 40 m. Keenam minaret dibalut granit abu-abu dari Urak dengan ornamen yang melingkar, pada puncaknya terdapat kubah berlapis mozai emas 24 karat.
    3. Portal : adalah gerbang masuk berupa portal do hiasan geometris serta obleisk ornamennya.
    4. Kubah : Mengacu pada kubah yang banyak digunakan masjid-masjid di Persia dan lndia. Lima kubah ini melambangkan rukun Islam seluruhnya dibalut rnozaik berlapis ernas 24 karat yang materialnya didatangkan dari Itali.
    5. Ornamen dekoratif sangat detail : sangat tampak pada interior Masjid.
    Masjid ini ternyata bukan hanya menjadi obyek wisata religi bagi wisatawan dalam negeri, tapi ternyata wisata manca negara.
    Indonesia pantas berbangga, selain masjid Dian Al-Mahri sudah menjadi salah satu tujuan wisata religi, didunia ternyata hanya terdapat 7 masjid yang berkubah emas, salah satunya ada di Indonesia Masjid Kubah Emas Dian Al-Mahri. Keenam masjid lainnya yang berkubah emas adalah Masjid Qubbah As­Sakhrah di Palestina, Masjid Al Askari di Irak, Masjid Suneri di Lahore, Masjid. Sultan Singapura di Singapura, masjid Sultan Oman Ali Syaifuddin di Brunei dan Masjid Jami' Bandar Sri Begawan di Brunei.
    Rombongan tour wisata religi KUA Gampengrejo meneruskan perjalannya ke Masjid Istiqlal.. Di lstiglal rombongan melaksanakan sholat tahiyyatal masjid dan mengetahui letak kantor BP 4 Pusat. “disinilah kantor pusat BP 4 yang mengeluarkan majalah Nasehat Perkawinan yang setiap bulan diterima oleh Pembantu Penghulu”, celetuk salah satu rombongan, sayang hari libur, jadi tidak dapat berkonsultasi/komunikasi langsung dengan Pegawai Depag Pusat yang bekerja di BP 4 Pusat.”.
    Perjalanan wisata ini adalah dibiayai dari dana insentif Pembantu Penghulu. Jatah satu PP adalah 2 kursi dan uang saku. “Alhamdulillah dapat ziarah ke beberapa masjid di Jakarta, memang begitu memperhatikan Pembantu penghulu Kepala KUA kita ini”, demikian yang disampaikan salah satu P3N”. “ Yaa untungnya kok ada insentif, jadi tidak mengeluarkan jatahe beras omah”, sahut yang lainnya. Masjid terakhir yang dikunjungi adalah masjid At-Tiin. Masjid dengan 130 karyawan ini selain digunakan rombongan untuk shalat jamaah, i'tikaf; juga untuk bermalam.


    sumber : http://penamaskediri.blogspot.com/2010/02/ibadah-ritual-dan-sosial-dalam-kontek.html


    KALKULATOR ZAKAT

    KUA NGASEM KEDIRI

    SPONSOR BLOG

    Raya Pamenang No. 71 Ngasem Kab. Kediri. Diberdayakan oleh Blogger.




    ShoutMix chat widget